MEDAN (Portibi DNP) : Yuandra, keluarga pasien yang lahir tanpa anus normal berharap ada rasa keadilan dari pihak Rumah Sakit Umum (RSU) Imelda, Medan.
Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di ruang rapat Komisi II lanta III gedung dewan Jalan Kapten Maulanan Lubis Medan Selasa (11/9/2023)
Rapat dipimpin Ketua Komisi II DPRD Medan Sudari, dihadiri perwakilan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masyarakat (pengadu) serta pihak terkait lainnya.
Dihadapan Komisi II DPRD Medan Yuandra menjelaskan putrinya bernama Khairatul Munah (3,5) tahun sejak lahir tidak memiliki anus normal.
“Anak saya lahir pada bulan Febuari tahun 2020 dalam kondisi sehat di bidan, hanya saja ada satu yang terlewat di anus, ada tempat pembuang tapi di tempat yang lain. Setelah di cek tanggal 29 Desember 2022 lalu9 di bawa ke rumah sakit Imelda. Konsultasi dengan dr Saut, lalu dilakukan tindakan pembukaan anus,” katanya.
Dua tahun kemudian pihak RSU Imleda melakukan penggeseran anus, karena kotoran sudah menumpuk. Kemudian dilakukan terapi, namun tetap BAB tidak lancar.
Dikatakan Yuandra lagi, dilakukan operasi kedua, dibelah, sudah lancar, tapi setelah setahun kemudian BAB kembali tidak lancar.
“Akhirnya kami memutuskan untuk membawanya ke Penang. Hasil keterangan dokter rumah sakit di Penang ada penggeseran anus. Saat ini, anak saya sudah dilakukan operasi tiga kali, jadwalnya seharusnya anak saya dilakukan lagi operasi selanjutnya penutupan kolostomi,” katanya.
Yuandra mengungkapkan biaya yang telah dikeluarkan untuk pengobatan anaknya mencapai ratusan juta rupiah.
“Ada 3 kali operasi dilakukan oleh rumah sakit di Penang. Operasi pertama sudah membutuhkan biaya sekitar Rp80 juta. Untuk operasi kedua tenggatnya bulan ini tapi kami sudah tidak memiliki uang, makanya kami ke sini untuk minta solusi,” katanya.
Yuandra mengaku trauma jika anaknya dioperasi kembali di RSU Imelda atau rumah sakit di Indonesia.
Setelah menjelaskan kronologisnya, dokter di RSU Imelda yang juga mengoperasi anak Yuwandra, Saut Sutan Martua mengaku operasi yang dilakukan sudah maksimal.
“Sebagai dokter dalam menangani pasien kalau bisa risiko minim hasil maksimal. Sebenarnya ada upaya lain seperti memberi lubang pada perut si anak, hanya saja akan berisiko tinggi terhadap psikologis si anak, terlebih dia sudah beranjak usia 3 tahun,” ujarnya.
Sementara Direktur RSU Imelda, Hedy Tan mengaku akan mempelajari kembali rekam medis pengobatan anak Yuwandra.
“Kami harus pelajari dulu kondisi si anak saat ini. Kami juga tidak menutup kemungkinan bahwa pengetahuan kami belum sama dengan RS Penang oleh karena itu mungkin bisa rekam medis dari RS Penang diberikan kepada kami agar kami pelajari,” ujarnya.
Pihak PBJS Kesehatan Medan, Suprianto mengatakan secara regulasi, BPJS Kesehatan tetap akan mengcover biaya perobatan Khairatul Munah selama dirawat di Indonesia.
” BPJS Kesehatan tidak ada mengcover biaya perobatan untuk pasien yang dirawat di luar negeri,” ungkapnya.
Perwakilan dari Dinas Kesehatan, dr. Surya dikesempatan itu menyebutkan kondisi saat ini harus di lihat dengan netral.
“Namun dari dinas kesehatan, saya berharap ada komunikasi dan diskusi antara pihak keluarga dan rumah sakit Imelda. Apalagi ini sudah berlangsung sejak tahun 2020.
Setelah diberi keterangan dari pihak keluarga pasien dan dari pihak rumah sakit, kami mencoba mencari jalan keluar yang terbaik. Artinya tidak ada disini potensi untuk menuntut pihak rumah sakit dari keluarga. Dan untuk profesi ada di IDI,” tandasnya.
Ketua Komisi II, Sudari mengatakan kedatangan pihak keluarga pasien tidak dalam kapasitas menuntut atau meminta pertanggungjawaban pihak rumah sakit Imelda yang pernah melakukan operasi dubur terhadap anaknya.
“Pihak keluarga pasien hanya meminta rasa kemanusiaan dari pihak rumah sakit untuk membantu meringankan biaya operasi putrinya di Penang ,” kata Sudari.P06