LANGKAT(Portibi DNP): Sah! Hari ini, Senin (15/2/2021), Dewan Pengurus Daerah Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (DPD ALAMP AKSI) Binjai-Langkat menyurati Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
Surat bernomor : 48/DPD/ALAMPAKSI/DUMAS/B/II/2021, tertanggal 15 Februari 2021, dengan lampiran 1 bundel, prihal pengaduan masyarakat terkait temuaan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) perwakilan Sumut tahun 2019, yang dikeluarkan pada tahun 2020.
Sebelumnya, Ketua DPD ALAMP AKSI Binjai-Langkat, Andika Perdana S.H.I, lewat pesan WhatsAppp, Minggu (14/2/2021), mengatakan benar akan menyurati KPK di Jakarta.
“Benar bang, minggu ini rencananya kami akan melaporkan permasalahan ini ke KPK. Dimana, dalam audit BPK perwakilan Sumut dituliskan bahwa, ada ditemukan realisasi belanja barang sebesar Rp8.869.741.590,00 berpotensi tidak tepat sasaran dan membuka peluang untuk disalahgunakan,” ujarnya.
Sekedar latar, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumut pada tahun 2020 menemukan adanya realisasi belanja barang sebesar Rp8.869.741.590,00 diduga berpotensi tidak tepat sasaran dan membuka peluang untuk disalahgunakan.
Hal di atas sesuai dengan data yang diterima wartawan, Kamis (11/2/2021), terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK perwakilan Sumut tahun 2020, untuk tahun 2019.
Di dalam LHP BPK Perwakilan Sumut dijelaskan bahwa, LRA Pemerintah Kabupaten Langkat TA 2019 menyajikan anggaran belanja barang dan jasa sebesar Rp477.708.766.671,20, dengan realisasi sebesar Rp427.655.521.969,98 atau 89,52% dari anggaran.
Realisasi belanja barang dan jasa tersebut, diantaranya digunakan untuk pembayaran belanja yang akan diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga berupa barang dan uang masing-masing sebesar Rp12.272.024.363,00 dan Rp1.657.350.000,00.
Pengelolaan belanja barang dan jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat mengikuti peraturan terkait belanja hibah. Sesuai ketentuan, mekanisme penganggaran belanja hibah sebagai berikut.
Calon penerima hibah mengajukan usulan hibah secara tertulis kepada kepala daerah.Kepala daerah menunjuk SKPD teknis untuk melakukan evaluasi usulan yang diajukan calon penerima hibah.
Hasil evaluasi SKPD teknis berupa rekomendasi, disampaikan ke kepala daerah melalui TAPD.TAPD memberikan pertimbangan sesuai prioritas dan kemampuan keuangan daerah.
Rekomendasi dari SKPD teknis dan pertimbangan TAPD menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran.Hibah uang dicantumkan dalam RKA PPKD dan hibah barang/jasa di RKA SKPD.
Realisasi belanja barang yang diserahkan ke masyarakat/pihak ketiga sebesar Rp12.272.024.363,00 terdiri dari penyerahan ke masyarakat sebesar Rp11.170.052.613,00 dan ke pihak ketiga (organisasi/lembaga) sebesar Rp1.101.971.750,00.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa penganggaran belanja barang untuk diserahkan ke masyarakat/pihak ketiga tidak mengikuti mekanisme penganggaran belanja hibah.
Sedangkan hasil pengujian terhadap dokumen pertanggungjawaban dan keterangan dari bendahara pengeluaran, pejabat pembuat komitmen (PPK), serta pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), diketahui terdapat penganggaran dan pertanggungjawaban belanja barang dan uang yang akan diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga tidak didukung dokumen pengusulan hibah dan NPHD. Dari 29 SKPD yang merealisasikan belanja barang yang akan diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga, hanya lima SKPD yang melengkapi pertanggungjawaban belanja dengan NPHD sebesar Rp3.402.282.773,00 sehingga sebesar Rp8.869.741.590,00 (Rp12.272.024.363,00
- Rp3.402.282.773,00) tidak dilengkapi dengan NPHD.
Hasil konfirmasi secara uji petik atas realisasi belanja barang untuk diserahkan ke masyarakat/pihak ketiga, diketahui bahwa barang tersebut telah diterima.
Hal tersebut tidak sesuai dengan, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2019, pada Lampiran Angka III.2.b.3) yang menyatakan antara lain pengadaan barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada TA berkenaan dianggarkan pada jenis belanja barang dan jasa dengan mempedomani Pasal 298 ayat (4) dan ayat (5) UU Nomor 23 Tahun 2014, serta Permendagri Nomor 32 Tahun 2011, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2018, serta peraturan perundang-undangan lain di bidang hibah dan bansos.
Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang Bersumber dari APBD, pada, Pasal 13 yang menyatakan bahwa, setiap pemberian hibah dituangkan dalam NPHD yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan penerima hibah.
NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat ketentuan mengenai, pemberi dan penerima hibah.
Tujuan pemberian hibah, besaran/rincian penggunaan hibah yang akan diterima; d. hak dan kewajiban.
Tata cara penyaluran/penyerahan hibah; dan f. tata cara pelaporan hibah.Kepala daerah dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani NPHD.
Pasal 14 yang menyatakan bahwa, kepala daerah menetapkan daftar penerima hibah beserta besaran uang atau jenis barang atau jasa yang akan dihibahkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Daftar penerima hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyaluran/penyerahan hibah.
Penyaluran/penyerahan hibah dari pemda kepada penerima hibah dilakukan setelah penandatanganan NPHD.Pencairan hibah dalam bentuk uang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).
Permendagri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang Bersumber dari APBD, Pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa pemerintah pusat, pemda lainnya, badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD), badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat menyampaikan usulan hibah secara tertulis kepada kepala daerah.
Permasalahan di atas mengakibatkan realisasi belanja barang sebesar Rp8.869.741.590,00 berpotensi tidak tepat sasaran dan membuka peluang untuk disalahgunakan.
Hal tersebut disebabkan oleh, TAPD tidak optimal dalam memberikan pertimbangan penganggaran belanja barang dan jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat.
Kepala SKPD terkait dalam mengajukan rencana anggaran dan pertanggungjawaban belanja barang untuk diserahkan ke masyarakat/pihak ketiga tidak memedomani ketentuan yang berlaku.
Atas permasalahan tersebut, Kepala Bapenda menyatakan sependapat dan untuk selanjutnya akan melengkapi NPHD atas setiap pemberian barang yang diberikan kepada masyarakat.
Kepala Disparbud menyatakan sependapat dan untuk selanjutnya akan melengkapi NPHD setiap pemberian barang yang diberikan kepada masyarakat. Selain itu akan meningkatkan pengawasan dan pengendalian dalam penyusunan anggaran agar tercapai sasaran, kegiatan, serta mempedomani ketentuan yang berlaku.
Kepala Disdik, Dinas PUPR, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Dinas Sosial, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pengendalian Penduduk, KB dan PPA, Dinas Koperasi, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Plt. Kepala Dinkes, Plt. Dinas Kelautan dan Perikanan, Camat Salapian, Camat Kuala, Camat Sei Bingai, Camat Binjai, Camat Stabat, Camat Wampu, Camat Secanggang, Camat Hinai, Camat Babalan, Camat Berandan Barat, Camat Sei Lepan, Camat Pangkalan Susu, Camat Sawit Seberang, Camat Batang Serangan, dan Camat Tanjung Pura menyatakan sependapat dan selanjutnya akan mengikuti ketentuan tentang mekanis belanja barang diberikan kepada masyarakat/pihak ketiga.
BPK merekomendasikan kepada Bupati Langkat agar memerintahkan, TAPD lebih optimal memberikan pertimbangan penganggaran belanja barang dan jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat.
Kepala SKPD terkait dalam mengajukan rencana anggaran belanja barang untuk diserahkan ke masyarakat/pihak ketiga didukung dokumen pengusulan dan pertanggungjawaban yang didukung dengan NPHD.(Boy)