BINJAI(Portibi DNP): Pada tahun 2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumut mengeluarkan hasil audit tahun 2019 di Pemerintah Kota (Pemko) Binjai.
Hasilnya, BPK menemukan Potensi volume pekerjaan tidak sesuai kenyataannya sebesar Rp1.464.020.587,00 dan potensi terjadi kelebihan pembayaraan pekerjaan sebesar Rp1.156.867.802,00.
Dari data yang dihimpun wartawan, Senin (8/3/2021), diketahui bahwa TA 2019, Dinas PUPR melakukan perikatan kontrak secara multiyear selama dua tahun anggaran 2019 dan 2020 atas pekerjaan Pembangunan Jalan Soekarno Hatta Menuju Jalan Danau Makalona.
Pelaksanaan pekerjaan tersebut dilakukan oleh PT. PSM berdasarkan surat perjanjian Nomor 602.1-67/SP/BBM/APBD/DPUPR/KB/X/2019 tanggal 8 Oktober 2019 dengan nilai kontrak sebesar Rp38.804.882.000,00.
Waktu pelaksanaan kontrak selama 360 hari kalender terhitung sejak tanggal 8 Oktober 2019 s.d. 1 Oktober 2020. Adapun rencana kontrak dianggarkan masing-masing tahun, sebesar Rp14.895.652.500,00 pada Tahun 2019, dan sebesar Rp23.909.229.500,00 pada Tahun 2020 dengan sumber anggaran dari dana alokasi umum (DAU).
Berdasarkan laporan kemajuan pekejaan per 30 Desember 2019, kemajuan pekerjaan yang telah dilaksanakan sebesar Rp84.551.200,00 atau 0,22% dari nilai kontrak.
Sedangkan laporan kemajuan yang telah dinyatakan dalam laporan konsultan per 10 Mei 2020 sebesar Rp2.658.134.417,00 atau 6,85% dari nilai kontrak.
Rencana capaian kemajuan pekerjaan per 10 Mei 2020 sebesar 63,85%. Sehingga terdapat keterlambatan sebesar 57,00% (63,85% – 6,85%).
Penyajian laporan-laporan kemajuan pekerjaan tidak dilakukan secara periodik dan berkala oleh pelaksana pekerjaan.
Sehingga beberapa dokumen yang diperiksa belum lengkap ditandatangani dan dicetak oleh para pihak.
Dokumen tersebut antara lain, laporan harian, laporan mingguan, laporan bulanan, gambar pelaksanaan (shop drawing), perhitungan volume pekerjaan (backup data), dan gambar terlaksana (as built drawing).
Dalam masa pelaksanaan pekerjaan sejak 6 November 2019, penyedia telah mendapat beberapa kali surat teguran dari PPK, namun tidak ditindaklanjuti dengan penanganan kontrak kritis.
Berdasarkan kondisi keterlambatan, pelaksanaan pekerjaan telah masuk pada fase kritis periode I dengan keterlambatan pekerjaan dari kemajuan rencana lebih dari 10% pada fase rencana fisik pekerjaan s.d. 70%.
Pembayaran pekerjaan telah dilakukan sebesar Rp5.820.732.300,00 melalui pembayaran uang muka dengan SP2D Nomor 2028/SP2D/LS.BM/DIPUPR/2019 tanggal 23 Oktober 2019.
Hasil pemeriksaan fisik pekerjaan bersama dengan PPK, Konsultan Pengawas, Pelaksana Pekerjaan, dan Inspektorat diketahui bahwa alat yang dimobilisasi berupa Escavator 2 unit, motor grader 1 unit, dump truck 5 unit, dan tandem roller 1 unit telah dilakukan demobiliasi (pemindahan keluar lokasi pekerjaan) kecuali motor grader 1 unit.
Selain itu terdapat koreksi kemajuan pekerjaan yang telah dinyatakan dalam laporan kemajuan pekerjaan per 31 Desember 2019 menjadi sebesar Rp5.208.700,00 karena tidak sesuai dengan kondisi senyatanya.
Sehingga terdapat kelebihan pengakuan kemajuan pekerjaan per tanggal 31 Desember 2019 sebesar Rp79.342.500,00 (Rp84.551.200,00 – Rp5.208.700,00).
Kelebihan pembayaran terhadap fisik pekerjaan per 31 Desember 2019 sebesar Rp5.815.523.600,00 (Rp5.820.732.300,00 – Rp5.208.700,00).
Pengakuan pekerjaan periode 1 Januari s.d. 10 Mei 2020 belum didukung data perhitungan kemajuan namun konsultan pengawas telah mengakui kemajuan kumulatif pekerjaan sebesar 6,85%.
Kemajuan kumulatif itu meliputi, geotekstil sebesar Rp120.139.980,00 (3.000 m2 x Rp40.046,66), namun pelaksanaan fisik lapangan sebesar Rp32.037.328,00 (25 m x 32 m x Rp40.046,66).
Sehingga selisih pengakuan kemajuan pekerjaan sebesar Rp88.102.652,00.
b. Geogrid sebesar Rp989.422.650,00 (15.000 m2 x Rp65.961,51), namun dalam pelaksanaan belum dikerjakan.
Dari uji petik yang telah dilakukan terhadap kemajuan pekerjaan yang telah diakui tersebut, diperoleh ketidaksesuaian dengan kondisi senyatanya kemajuan pekerjaan pada tahun 2020 sebesar Rp1.077.525.302,00 (Rp88.102.652,00 + Rp989.422.650,00).
Kelebihan pekerjaan kumulatif yang diakui s.d. 10 Mei 2020 sebesar Rp1.156.867.802,00 (Rp79.342.500,00 + Rp1.077.525.302,00).
Kemajuan pekerjaan yang tidak didukung backup data yang memadai sebesar Rp1.464.020.587,00 (Rp2.658.134.417,00 – Rp84.551.200,00 – Rp120.139.980,00 – Rp989.422.650,00).
Berdasarkan keterangan pihak PPK, bahwa kendala pelaksanaan pekerjaan antara lain permasalahan pembebasan tanah yang meliputi, tanah bidang wakaf lama yang sedang dalam proses penyelesaian sengketa.
Tanah bidang wakaf lama yang sedang dalam proses negosiasi dengan pihak masyarakat pemilik.
Tanah Eks Perkebunan milik PTPN yang sedang dalam proses penyelesaian pembebasan.
Selain itu, PPK menjelaskan dalam DPA TA 2020, anggaran sebagaimana yang telah direncanakan dalam kontrak tidak tersedia untuk kegiatan pekerjaan.
Dari deviasi keterlambatan yang telah terjadi, pada saat pemeriksaan fisik di lapangan tidak ditemukan lagi aktivitas kegiatan fisik konstruksi oleh penyedia.
Penanganan kontrak kritis sebagaimana yang diatur dalam kontrak pekerjaan tidak dilaksanakan secara tepat sebagai kendali dalam mencapai target-target kemajuan pekerjaan yang diharapkan sesuai dengan kontrak.
Kondisi tersebut diduga tidak sesuai dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pada pasal 11, yang menyatakan bahwa PPK memiliki tugas mengendalikan pelaksanaan kontrak.
Pasal 27 ayat (4), yang menyatakan bahwa kontrak harga satuan merupakan kontrak pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan harga satuan yang tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut.
Volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat kontrak ditandatangani.
Pembayaran berdasarkan hasil pengukuran bersama atas realisasi volume pekerjaan.Dan, nilai akhir kontrak ditetapkan setelah seluruh pekerjaan diselesaikan.
Lalu, Perka LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia pada Angka 7.10 Pengendalian Kontrak yang menyatakan bahwa, dalam hal terjadi deviasi antara realisasi dengan target pelaksanaan Kontrak atau terjadi kontrak kritis maka para pihak melakukan Rapat Pembuktian (Show Cause Meeting/SCM).
Pejabat Penandatangan Kontrak memerintahkan Penyedia untuk melaksanakan perbaikan target dan realisasi pelaksanaan pekerjaan. Dalam hal telah dikeluarkan SP ketiga dan Penyedia dinilai tidak mampu mencapai target yang ditetapkan, maka Pejabat Penandatangan Kontrak dapat melakukan pemutusan Kontrak secara sepihak dan memberikan sanksi kepada Penyedia sesuai ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya, kontrak pelaksanaan pekerjaan pada SSUK, angka 44.1 yang menyatakan bahwa apabila Penyedia terlambat melaksanakan pekerjaan sesuai jadwal, maka PPK harus memberikan peringatan secara tertulis atau memberlakukan ketentuan kontrak kritis.
Angka 44.2 yang menyatakan bahwa, kontrak dinyatakan kritis apabila dalam periode I (rencana fisik pelaksanaan 0% – 70% dari Kontrak), selisih keterlambatan antara realisasi fisik pelaksanaan dengan rencana lebih besar 10%.
Dalam periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% – 100% dari Kontrak), selisih keterlambatan antara realisasi fisik pelaksanaan dengan rencana lebih besar 5%.
Dalam periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% – 100% dari Kontrak), selisih keterlambatan antara realisasi fisik pelaksanaan dengan rencana pelaksanaan kurang dari 5% dan akan melampaui tahun anggaran berjalan.
Angka 44.3 yang menyatakan bahwa, penanganan kontrak kritis dilakukan dengan rapat pembuktian (show cause meeting/SCM) apabila Penyedia gagal pada uji coba ketiga, maka PPK menerbitkan Surat Peringatan kontrak kritis III dan PPK dapat melakukan pemutusan Kontrak secara sepihak dengan mengesampingkan Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dijelaskan BPK perwakilan Sumut bahwa, permasalahan di atas mengakibatkan risiko manfaat kontrak pekerjaan tidak dapat diterima secara tepat waktu.
Pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat waktu sesuai kontrak.Pontensi terjadi kelebihan pembayaraan pekerjaan sebesar Rp1.156.867.802,00.
Potensi volume pekerjaan tidak sesuai kenyataannya sebesar Rp1.464.020.587,00.Hal tersebut disebabkan oleh, PPK dan Direksi Teknis tidak tegas dalam menerapkan pengendalian kontrak kritis pada pekerjaan fisik konstruksi.
Konsultan Pengawas tidak cermat mengikuti tahapan-tahapan penanganan kontrak kritis.
Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas PUPR menyatakan akan mengadakan rapat pembuktian (show cause meeting/SCM) yang dihadiri oleh Rekanan, Dinas, dan Konsultan Supervisi.
Diharapkan setelah SCM akan didapat solusi terbaik dalam kelanjutan pelaksanaan pekerjaan tersebut. PPK akan berkonsultasi dengan Konsultan Pengawas terhadap tahapan penanganan kontrak kritis.
Sayangnya, hingga berita ini di ekspose, wartawan belum mendapat keterangan resni dari pihak PUPR Binjai mengapa hal itu bisa terjadi.(BP)